My photo
Saya lahir di kota yang terkenal dengan arak dan tuak, tidak ketinggalan legen dan siwalannya yakni kota Tuban. Sekarang beralih di kota Malang yang dingin untuk menuntut ilmu. Keadaan ini mengharuskan saya belajar sepenuhnya, tidak hanya belajar akademis. Dari awal saya belajar di dunia persilatan (PSHT), lanjut ke bidang freestyle (Malang Motor X-treme), selanjutnya belajar seputar seni bersamaan dengan semua itu saya juga belajar berorganisasi dari HMJ, UKM, BEM-U.

Thursday, December 18, 2008

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000

TENTANG

TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK
DENGAN SURAT PAKSA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 24 Undang-undangNomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa;

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (2) Undang Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3987);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2. Pejabat adalah pejabat yang berwenang mengangkat dan memberhentikan Jurusita Pajak, menerbitkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Surat Pencabutan Sita, Pengumuman Lelang, Surat Penentuan Harga Limit, Pembatalan Lelang, Surat Perintah Penyanderaan dan surat lain yang diperlukan untuk penagihan pajak sehubungan dengan Penanggung Pajak tidak melunasi sebagian atau seluruh utang pajak menurut undang-undang dan peraturan daerah.
3. Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan.
4. Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.
5. Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
6. Biaya Penagihan Pajak adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, Jasa Penilai dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak.
7. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan Biaya Penagihan Pajak.
8. Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan adalah surat perintah yang diterbitkan oleh Pejabat untuk melaksanakan penyitaan.
9. Objek Sita adalah barang Penanggung Pajak yang dapat dijadikan jaminan utang pajak.
10.Barang adalah tiap benda atau hak yang dapat dijadikan objek sita.
11.Pemblokiran adalah tindakan pengamanan harta kekayaan milik Penanggung Pajak yang tersimpan pada bank dengan tujuan agar terhadap harta kekayaan dimaksud tidak terdapat perubahan apapun, selain penambahan jumlah atau nilai.
12.Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi Utang pajak menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
13.Hari adalah hari kalender.

BAB II
PELAKSANAAN PENYITAAN
Pasal 2
(1) Penyitaan terhadap barang milik Penanggung Pajak dilaksanakan oleh Jurusita Pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan yang diterbitkan oleh Pejabat.
(2) Penyitaan dilaksanakan apabila utang pajak tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam terhitung sejak tanggal Surat Paksa diberitahukan kepada Penanggung Pajak.

Pasal 3
(1) Barang milik Penanggung Pajak yang dapat disita adalah barang yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau di tempat lain termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu yang dapat berupa:
a. barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi, saham, atau surat berharga lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain; dan atau
b. barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi kotor tertentu.

(2) Terhadap Penanggung Pajak Orang Pribadi penyitaan dapat
dilaksanakan atas barang milik pribadi yang bersangkutan, isteri, dan
anak yang masih dalam tanggungan, kecuali dikehendaki secara tertulis
oleh suami atau isteri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan
penghasilan.

(3) Terhadap Penanggung Pajak Badan penyitaan dapat dilaksanakan atas
barang milik perusahaan, pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang,
penanggung jawab, pemilik modal, baik di tempat kedudukan yang
bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain.

(4) Penyitaan dilaksanakan dengan mendahulukan barang bergerak kecuali
dalam keadaan tertentu dapat dilaksanakan langsung terhadap barang
tidak bergerak.

(5) Urutan barang bergerak dan atau barang tidak bergerak yang disita
ditentukan oleh Jurusita Pajak dengan memperhatikan jumlah utang pajak
dan biaya penagihan pajak, kemudahan penjualan atau pencairannya.

Pasal 4

(1) Penyitaan dilaksanakan oleh Jurusita Pajak dengan disaksikan oleh
sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa, penduduk
Indonesia, dikenal oleh Jurusita Pajak dan dapat dipercaya.

(2) Dalam melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak harus :
a. memperlihatkan kartu tanda pengenal Jurusita Pajak;
b. memperlihatkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan; dan
c. memberitahukan tentang maksud dan tujuan penyitaan.

(3) Setiap melaksanakan penyitaan Jurusita Pajak harus membuat Berita
Acara Pelaksanaan Sita yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak,
Penanggung Pajak dan saksi-saksi.

(4) Dalam hal Penanggung Pajak menolak untuk menandatangani Berita
Acara Pelaksanaan Sita, Jurusita Pajak harus mencantumkan penolakan
tersebut dalam Berita Acara Pelaksanaan Sita, dan Berita

Acara Pelaksanaan Sita tersebut ditandatangani oleh Jurusita Pajak dan
saksi-saksi, dan Berita Acara Pelaksanaan Sita tersebut tetap sah dan
mempunyai kekuatan mengikat.

(5) Penyitaan tetap dapat dilaksanakan walaupun Penanggung Pajak tidak
hadir, sepanjang salah seorang saksi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) berasal dari Pemerintah Daerah setempat, sekurang-kurangnya
setingkat Sekretaris Kelurahan atau Sekretaris Desa.

(6) Dalam hal pelaksanaan penyitaan tidak dihadiri oleh Penanggung
Pajak, Berita Acara Pelaksanaan Sita ditandatangani oleh Jurusita
Pajak dan saksi-saksi, dan Berita Acara Pelaksanaan Sita tersebut
tetap sah dan mempunyai kekuatan mengikat.

(7) Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita dapat ditempelkan pada
barang bergerak dan atau barang tidak bergerak yang disita, atau di
tempat barang bergerak dan atau barang tidak bergerak yang disita
berada, atau di tempat-tempat umum.

(8) Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita disampaikan kepada:
a. Penanggung Pajak;
b. Kepolisian untuk barang bergerak yang kepemilikannya terdaftar;
c. Badan Pertanahan Nasional, untuk tanah yang kepemilikannya
sudah terdaftar;
d. Pemerintah Daerah dan Pengadilan Negeri setempat, untuk tanah
yang kepemilikannya belum terdaftar;
e. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, untuk kapal.

Pasal 5

(1) Penyitaan terhadap perhiasan emas, permata dan sejenisnya
dilaksanakan sebagai berikut :
a. membuat rincian tentang jenis, jumlah dan harga perhiasan yang
disita dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara
Pelaksanaan Sita;
b. membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita.

(2) Penyitaan terhadap uang tunai termasuk mata uang asing
dilaksanakan sebagai berikut :
a. menghitung terlebih dahulu uang tunai yang disita dan membuat
rinciannya dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita Acara
Pelaksanaan Sita;
b. membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita;
c. menyimpan uang tunai yang telah disita dalam tempat penyimpanan
yang selanjutnya ditempeli dengan segel sita dan kemudian
menitipkannya pada Penanggung Pajak atau menitipkannya pada bank.

(3) Penyitaan terhadap kekayaan Penanggung Pajak yang disimpan di bank
berupa deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dilaksanakan sebagai
berikut :
a. Pejabat mengajukan permintaan pemblokiran kepada bank disertai
dengan penyampaian Salinan Surat Paksa dan Surat Perintah
Melaksanakan Penyitaan;
b. bank wajib memblokir seketika setelah menerima permintaan
pemblokiran dari Pejabat dan membuat berita acara pemblokiran
serta menyampaikan salinannya kepada Pejabat dan Penanggung Pajak;
c. Jurusita Pajak setelah menerima berita acara pemblokiran dari
bank memerintahkan Penanggung Pajak untuk memberi kuasa kepada
bank agar memberitahukan saldo kekayaannya yang tersimpan pada
bank tersebut kepada Jurusita Pajak;
d. dalam hal Penanggung Pajak tidak memberikan kuasa kepada bank
sebagaimana dimaksud dalam huruf c, Pejabat meminta Bank Indonesia
melalui Menteri Keuangan untuk memerintahkan bank untuk
memberitahukan saldo kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada
bank yang dimaksud;
e. setelah saldo kekayaan yang tersimpan pada bank diketahui,
Jurusita Pajak melaksanakan penyitaan dan membuat Berita Acara
Pelaksanaan Sita, dan menyampaikan salinan Berita Acara
Pelaksanaan Sita kepada Penanggung Pajak dan bank yang
bersangkutan;
f. Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran kepada
bank setelah Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya
penagihan pajak;
g. Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran terhadap
kekayaan Penanggung Pajak setelah dikurangi dengan jumlah yang
disita apabila utang pajak dan Biaya Penagihan Pajak tidak
dilunasi oleh Penanggung Pajak sekalipun telah dilakukan
pemblokiran.

(4) Penyitaan terhadap surat berharga berupa obligasi, saham, dan
sejenisnya yang diperdagangkan di bursa efek dilaksanakan sebagai
berikut :
a. Pemblokiran Rekening Efek pada Kustodian dilakukan berdasarkan
permintaan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak atau Pejabat yang
ditunjuknya kepada Ketua Badan Pengawas
Pasar Modal dengan menyebutkan nama Pemegang Rekening atau nomor
Pemegang Rekening sebagai Penanggung Pajak, sebab dan alasan
perlunya pemblokiran tersebut dilakukan;
b. Berdasarkan permintaan Direktur Jenderal Pajak atau Pejabat
yang ditunjuknya sebagaimana dimaksud pada huruf a, Ketua Badan
Pengawas Pasar Modal dapat menyampaikan perintah tertulis kepada
Kustodian untuk melakukan pemblokiran terhadap Rekening Efek
Penanggung Pajak;
c. Berdasarkan perintah tertulis dari Ketua Badan Pengawas Pasar
Modal sebagaimana dimaksud pada huruf b, Kustodian melakukan
pemblokiran;
d. Dalam hal permintaan pemblokiran tersebut disertai dengan
permintaan keterangan tentang Rekening Efek pada Kustodian, maka
permintaan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak harus memuat nama
Pejabat yang berwenang mendapat keterangan tersebut;
e. Kustodian yang melakukan pemblokiran dan memberikan keterangan
tentang Rekening Efek Pemegang Rekening membuat Berita Acara
Pemblokiran dan Berita Acara Pemberian Keterangan;
f. Berita Acara Pemblokiran dan Berita Acara Pemberian Keterangan
tersebut disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak dan salinannya
disampaikan kepada Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Pemegang
Rekening sebagai Penanggung Pajak, selambat-lambatnya 2 (dua) hari
kerja setelah pemblokiran dan pemberian keterangan tersebut
dilakukan;
g. Jurusita Pajak melaksanakan penyitaan atas Efek dan atau dana
dalam Rekening Efek pada Kustodian segera setelah menerima Berita
Acara Pemblokiran dan Berita Acara Pemberian Keterangan;
h. Jurusita Pajak yang melakukan penyitaan harus membuat Berita
Acara Pelaksanaan Sita yang ditandatangani oleh Jurusita Pajak,
Penanggung Pajak dan saksi-saksi;
i. Dalam hal Penanggung Pajak tidak hadir, Berita Acara
Pelaksanaan Sita ditandatangani oleh Jurusita Pajak dan
saksi-saksi;
j. Berita Acara Pelaksanaan Sita disampaikan kepada Penanggung
Pajak, dan salinannya disampaikan kepada Ketua Badan Pengawas
Pasar Modal dan Kustodian;
k. Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran terhadap
Rekening Efek Penanggung Pajak kepada Kustodian, setelah
Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak;
l. Pejabat mengajukan permintaan pencabutan pemblokiran terhadap
Rekening Efek Penanggung Pajak setelah dikurangi dengan jumlah
yang disita apabila utang pajak dan Biaya Penagihan Pajak tidak
dilunasi oleh Penanggung Pajak sekalipun telah dilakukan
pemblokiran;
m. Efek yang diperdagangkan di bursa yang telah disita, dijual di
bursa melalui Perantara Pedagang Efek Anggota Bursa atas
permintaan Pejabat.

(5) Penyitaan terhadap surat berharga berupa obligasi, saham, dan
sejenisnya yang tidak diperdagangkan di bursa efek dilaksanakan
sebagai berikut :
a. melakukan inventarisasi dan membuat rincian tentang jenis, jumlah
dan nilai nominal atau perkiraan nilai lainnya dari surat berharga
yang disita dalam suatu daftar yang merupakan lampiran Berita
Acara Pelaksanaan Sita;
b. membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita;
c. membuat Berita Acara Pengalihan Hak Surat Berharga atas nama
dari Penanggung Pajak kepada Pejabat.

(6) Penyitaan terhadap piutang dilaksanakan sebagai berikut :
a. melakukan inventarisasi dan membuat rincian tentang jenis dan
jumlah piutang yang disita dalam suatu daftar yang merupakan
lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita;
b. membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita;
c. membuat Berita Acara Persetujuan Pengalihan Hak Menagih Piutang
dari Penanggung Pajak kepada Pejabat, dan salinannya disampaikan
kepada Penanggung Pajak dan pihak yang berkewajiban membayar
utang.

(7) Penyitaan terhadap penyertaan modal pada perusahaan lain yang
tidak ada surat sahamnya dilaksanakan sebagi berikut :
a. melakukan inventarisasi dan membuat rincian tentang jumlah
penyertaan modal pada perusahaan lain dalam suatu daftar yang
merupakan lampiran Berita Acara Pelaksanaan Sita;
b. membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita;
c. membuat Akte Persetujuan Pengalihan Hak Penyertaan Modal pada
perusahaan lain dari Penanggung Pajak kepada Pejabat, dan
salinannya disampaikan kepada perusahaan tempat penyertaan modal.

(8) Tata cara pemblokiran diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Pasal 6

Penyitaan terhadap barang yang telah disita oleh Kejaksaan atau
Kepolisian sebagai barang bukti dalam kasus pidana, baru dapat
dilaksanakan setelah barang bukti tersebut dikembalikan kepada
Penanggung Pajak.

Pasal 7

Penyitaan terhadap barang milik Penanggung Pajak dilaksanakan sampai
dengan jumlah nilai barang yang disita diperkirakan cukup untuk
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak.
Pasal 8
(1) Barang yang telah disita dititipkan kepada Penanggung Pajak,
kecuali apabila menurut pertimbangan Jurusita Pajak barang sitaan
tersebut perlu disimpan di kantor Pejabat atau di tempat lain.
(2) Dalam hal penyitaan tidak dihadiri oleh Penanggung Pajak:

a. barang bergerak yang telah disita dapat dititipkan kepada aparat
Pemerintah Daerah setempat yang menjadi saksi dalam pelaksanaan
sita;
b. barang tidak bergerak pengawasannya diserahkan kepada aparat
Pemerintah Daerah setempat yang menjadi saksi dalam pelaksanaan
sita tersebut.

(3) Tempat lain yang dapat digunakan sebagai tempat penitipan barang
yang telah disita sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah Kantor
Pegadaian, bank, Kantor Pos atau tempat lain yang ditetapkan oleh
Menteri Keuangan.


Pasal 9

Penyitaan tambahan dapat dilaksanakan apabila:

a. nilai barang yang disita nilainya tidak cukup untuk melunasi biaya
penagihan pajak dan utang pajak; atau

b. hasil lelang barang yang telah disita tidak cukup untuk melunasi
biaya penagihan pajak dan utang pajak.

Pasal 10
(1) Atas barang yang disita dapat ditempeli atau diberi segel sita.
(2) Penempelan segel sita dilaksanakan dengan memperhatikan jenis,
sifat dan bentuk barang sitaan.
(3) Segel sita sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat
sekurang-kurangnya:

a. kata " DISITA";
b. nomor dan tanggal Berita Acara Pelaksanaan Sita;
c. larangan untuk memindahtangankan, memindahkan hak, meminjamkan,
merusak barang yang disita.

Pasal 11

(1) Pencabutan sita dilaksanakan apabila Penanggung Pajak telah

melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak atau berdasarkan
putusan pengadilan atau berdasarkan putusan badan peradilan pajak atau
ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan atau Gubernur atau
Bupati/Walikota.

(2) Pencabutan sita sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan
berdasarkan Surat Pencabutan Sita yang diterbitkan oleh Pejabat.

(3) Surat Pencabutan Sita sekaligus berfungsi sebagai pencabutan
Berita Acara Pelaksanaan Sita disampaikan oleh Jurusita Pajak kepada
Penanggung Pajak dan instansi yang terkait, diikuti dengan
pengembalian penguasaan barang yang disita kepada Penanggung Pajak.

(4) Pencabutan sita terhadap :
a. deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro atau yang
dipersamakan dengan itu dilaksanakan dengan menyampaikan Surat
Pencabutan Sita kepada Penanggung Pajak dan tembusannya
disampaikan kepada bank yang bersangkutan;
b. surat berharga berupa obligasi, saham atau sejenisnya baik yang
diperdagangkan maupun yang tidak diperdagangkan di bursa efek
dilaksanakan dengan menyampaikan Surat Pencabutan Sita kepada
Penanggung Pajak dan tembusannya disampaikan kepada pihak terkait
yang sekaligus berfungsi sebagai pembatalan Berita Acara
Pengalihan Hak Atas Surat Berharga tersebut;
c. piutang dilaksanakan dengan menyampaikan Surat Pencabutan Sita
kepada Penanggung Pajak dan tembusannya disampaikan kepada pihak
yang berutang yang sekaligus berfungsi sebagai pembatalan Berita
Acara Persetujuan Pengalihan Hak Menagih Piutang;
d. penyertaan modal pada perusahaan lain dilaksanakan dengan
menyampaikan Surat Pencabutan Sita kepada Penanggung Pajak dan
tembusannya disampaikan kepada pihak terkait serta membuat Akte
Pembatalan Pengalihan Hak.


Pasal 12

Penanggung Pajak dilarang :

a. memindahkan hak, memindahtangankan, menyewakan, meminjamkan,
menyembunyikan, menghilangkan, atau merusak barang yang telah disita;

b. membebani barang tidak bergerak yang telah disita dengan hak
tanggungan untuk pelunasan utang tertentu;

c. membebani barang bergerak yang telah disita dengan fidusia atau
diagunkan untuk pelunasan utang tertentu; dan atau

d. merusak, mencabut, atau menghilangkan segel sita atau salinan
Berita Acara Pelaksanaan Sita yang telah ditempel pada barang sitaan.

Pasal 13

(1) Pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan penyitaan atas
barang-barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3) huruf b,
huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f Undang-undang Nomor 19 Tahun
1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000, wajib membantu
pelaksanaan penyitaan.

(2) Setiap orang dilarang dengan sengaja untuk tidak menuruti perintah
atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang, atau dengan
sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan
penagihan pajak yang dilakukan oleh Juru Sita Pajak.


Pasal 14

(1) Apabila utang pajak dan atau biaya penagihan pajak tidak dilunasi
setelah dilaksanakan penyitaan, Pejabat berwenang melaksanakan
penjualan secara lelang atau tidak secara lelang, maupun menggunakan
atau memindahbukukan barang yang disita untuk pelunasan utang pajak
dan atau biaya penagihan pajak dimaksud.

(2) Penjualan secara lelang dilakukan melalui Kantor Lelang dan
dilaksanakan paling cepat setelah jangka waktu 14 (empat belas) hari
terhitung sejak Pengumuman Lelang;

(3) Pengumuman Lelang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
dilaksanakan paling cepat setelah lewat jangka waktu 14 (empat belas)
hari terhitung sejak penyitaan.

(4) Apabila hasil lelang sudah mencapai jumlah yang cukup untuk
melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak, maka pelaksanaan
lelang dihentikan dan sisa barang serta kelebihan uang hasil lelang
dikembalikan oleh Pejabat kepada Penanggung Pajak paling lambat 3
(tiga) hari setelah pelaksanaan lelang.

Pasal 15

Penanggung Pajak dapat melunasi utang pajak dan biaya yang timbul
dalam rangka penagihan pajak selama barang yang telah disita belum
dijual, digunakan atau dipindahbukukan.

Pasal 16

(1) Besarnya biaya penagihan pajak adalah Rp50.000,00 (lima puluh
ribu rupiah) untuk setiap pemberitahuan Surat Paksa dan
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk setiap pelaksanaan Surat
Perintah Melaksanakan Penyitaan.
(2) Besarnya tambahan biaya penagihan pajak yang dibayar oleh
Penanggung Pajak dalam hal barang yang telah disita dijual adalah
sebagai berikut:

a. secara lelang, 1% (satu persen) dari pokok lelang.
b. tidak secara lelang, 1% (satu persen) dari hasil penjualan.

(3) Biaya penagihan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
tambahan biaya penagihan pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak.

(4) Tata cara pengelolaan dan penggunaan biaya penagihan pajak dan
tambahan biaya penagihan pajak diatur sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

BAB III

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 17

Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi pelaksanaan Peraturan
Pemerintah ini diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Pasal 18

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah
Nomor 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan
Pajak Dengan Surat Paksa (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1998 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3725) dinyatakan tidak
berlaku.

Pasal 19

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ABDURRAHMAN WAHID

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

DJOHAN EFFENDI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2000 NOMOR
--------------------------------------------------------------------

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 135 TAHUN 2000

TENTANG

TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA

PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA


UMUM

Berdasarkan Pasal 24 Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2000, dengan Peraturan Pemerintah ini
diatur tentang tata cara penyitaan barang milik Penanggung Pajak.

Dalam kenyataannya masih dijumpai adanya tunggakan pajak sebagai
akibat tidak dilunasinya utang pajak sebagaimana mestinya. Dalam
rangka pencairan tunggakan pajak maka terhadap Penanggung Pajak yang
belum melunasi utang pajaknya dilakukan Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa dalam bentuk tindakan penyitaan terhadap barang milik Penanggung
Pajak untuk dijadikan jaminan pelunasan utang pajak dan biaya
penagihan pajak.

Untuk melaksanakan penyitaan barang milik Penanggung Pajak tersebut
diperlukan suatu prosedur yang mengatur secara rinci, jelas dan tegas
yang meliputi status, nilai, serta tempat penyimpanan atau penitipan
barang sitaan milik Penanggung Pajak dengan tetap memberikan
perlindungan kepentingan pihak ketiga maupun masyarakat Wajib Pajak.

Dalam rangka upaya mengamankan penerimaan negara yang berasal dari
pencairan tunggakan pajak, Peraturan Pemerintah ini mengatur sanksi
pidana terhadap Penanggung Pajak yang melanggar ketentuan tentang
penagihan pajak.


PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup jelas
Pasal 3
Ayat (1)
Tujuan penyitaan adalah memperoleh jaminan pelunasan utang pajak
dari Penanggung Pajak. Oleh karena itu penyitaan dapat
dilaksanakan terhadap semua barang Penanggung Pajak, baik yang
berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan
Penanggung Pajak atau di tempat lain termasuk yang penguasaanya
berada ditangan pihak lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan
utang tertentu, misalnya barang yang dihipotikkan, digadaikan atau
diagunkan.
Yang dimaksud dengan penguasaan berada ditangan pihak lain,
misalnya disewakan atau dipinjamkan.
Yang dimaksud dengan tabungan adalah simpanan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Perbankan.
Yang dimaksud dengan kapal dengan isi kotor tertentu adalah kapal
dengan isi kotor paling sedikit 20 (dua puluh) meter kubik.
Ayat (2)
Penyitaan terhadap barang milik Penanggung Pajak Orang Pribadi
termasuk penyitaan terhadap barang milik isteri, dan atau milik
anak-anak yang masih menjadi tanggungannya. Ketentuan ini
dimaksudkan untuk mengantisipasi penghindaran penyitaan terhadap
barang yang sebenarnya adalah milik Penanggung Pajak sendiri
tetapi diatasnamakan isteri atau anaknya. Sedangkan yang dimaksud
dengan perjanjian pemisahan harta adalah perjanjian yang dibuat
sebelum perkawinan dilakukan.
Ayat (3)
Ketentuan tentang penyitaan terhadap barang-barang milik
Penanggung Pajak Badan, pada dasarnya dilakukan terhadap barang
milik perusahaan. Namun apabila nilai barang tersebut tidak
mencukupi atau barang milik perusahaan tidak dapat ditemukan atau
karena kesulitan dalam melaksanakan penyitaan terhadap barang
milik perusahaan, maka penyitaan dapat dilakukan terhadap
barang-barang milik pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang,
penanggung jawab, pemilik modal atau ketua untuk yayasan kecuali
mereka dapat membuktikan bahwa tidak ikut bertanggung jawab
sehubungan dengan terjadinya utang pajak tersebut.
Ayat (4)
Pada dasarnya penyitaan dilaksanakan dengan mendahulukan barang
bergerak namun dalam keadaan tertentu penyitaan dapat dilaksanakan
langsung terhadap barang tidak bergerak tanpa melaksanakan
penyitaan terhadap barang bergerak. Keadaan tertentu misalnya
Jurusita Pajak tidak menjumpai barang bergerak yang dapat
dijadikan objek sita atau barang bergerak yang dijumpai tidak
mempunyai nilai atau harganya tidak memadai jika dibandingkan
dengan Utang pajaknya.
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Kehadiran para saksi dimaksudkan untuk menyakinkan bahwa
pelaksanaan penyitaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Ayat (2)
Ketentuan ini mengatur keharusan bagi Jurusita Pajak dalam
melaksanakan kewajibannya dilengkapi dengan kartu tanda pengenal
yang diterbitkan oleh Pejabat. Hal ini dimaksudkan sebagai bukti
diri bagi Jurusita Pajak bahwa yang bersangkutan adalah Jurusita
Pajak yang sah dan betul-betul bertugas untuk melaksanakan
tindakan penagihan pajak.
Ayat (3)
Berita Acara Pelaksanaan Sita merupakan pemberitahuan kepada
Penanggung Pajak dan masyarakat bahwa penguasaan barang Penanggung
Pajak telah berpindah dari Penanggung Pajak kepada Pejabat. Oleh
karena itu, dalam setiap penyitaan Jurusita Pajak harus membuat
Berita Acara Pelaksanaan Sita secara jelas dan lengkap yang
sekurang-kurangnya memuat hari dan tanggal, nomor, nama Jurusita
Pajak, nama Penanggung Pajak, nama saksi, nama dan jenis barang
yang disita dan tempat penyitaan.
Penandatanganan Berita Acara Pelaksanaan Sita:

- untuk perseroan terbatas oleh pengurus meliputi Direksi, Komisaris,
pemegang saham tertentu, dan orang yang nyata-nyata mempunyai
wewenang ikut menentukan kebijaksanaan dan atau mengambil
keputusan dalam menjalankan perseroan.
Pengertian Komisaris meliputi Komisaris sebagai orang yang lazim
disebut Dewan Komisaris dan Komisaris sebagai orang perseroan yang
lazim disebut anggota Komisaris. Yang dimaksud dengan pemegang
saham tertentu adalah pemegang saham pengendali atau pemegang
saham mayoritas dari perseroan terbatas terbuka dan seluruh
pemegang saham dari perseroan terbatas tertutup;
- untuk Bentuk Usaha Tetap oleh kepala perwakilan, kepala cabang
atau penanggung jawab;
- untuk badan usaha lainnya seperti persekutuan, perseroan
komaditer, firma oleh direktur, pemilik modal atau orang yang
ditunjuk untuk melaksanakan dan mengendalikan serta bertanggung
jawab atas perusahaan dimaksud;
- untuk yayasan oleh ketua, atau orang yang melaksanakan dan
mengendalikan serta bertanggung jawab atas yayasan dimaksud.
Penandatanganan ini dimaksudkan untuk memberi pengertian bahwa
mereka turut bertanggung jawab atas kewajiban badan usaha tersebut
sehingga barang-barang milik mereka juga dapat dijadikan jaminan
utang pajak (dapat disita).

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan seorang saksi dari Pemerintah Daerah setempat
setingkat Sekretaris Kelurahan atau Sekretaris Desa adalah pegawai
Pemerintah Daerah setempat sekurang-kurangnya golongan II/a di Kantor
Kelurahan/Desa atau di Kantor Kecamatan.

Ayat (6)

Dalam pelaksanaan sita yang tidak dihadiri oleh Penanggung Pajak,
Berita Acara Pelaksanaan Sita harus memuat alasan ketidakhadiran
Penanggung Pajak. Saksi dari Pemerintah Daerah setempat diperlukan
sebagai saksi legalisator.

Ayat (7)

Pada dasarnya terhadap barang yang disita harus ditempeli salinan
Berita Acara Pelaksanaan Sita kecuali jika sesuai dengan sifatnya
barang yang disita tidak dapat ditempeli salinan Berita Acara
Pelaksanaan Sita, misalnya uang tunai atau sebidang tanah.

Yang dimaksud dengan tempat-tempat umum seperti kantor kelurahan/desa,
papan pengumuman di kantor Pejabat dan instansi terkait.

Ayat (8)

Cukup jelas

Pasal 5

Ayat (1)

Untuk mengetahui nilai perhiasan yang disita Jurusita Pajak dapat
meminta bantuan jasa penilai untuk mendapatkan taksiran harga
perhiasan yang tidak diketahui harganya.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Cukup jelas

Ayat (8)

Cukup jelas

Pasal 6

Cukup jelas

Pasal 7

Dalam memperkirakan nilai barang yang disita, harus memperhatikan
jumlah dan jenis barang berdasarkan harga wajar sehingga Jurusita
Pajak tidak dapat melakukan penyitaan secara berlebihan. Dalam hal
tertentu Jurusita Pajak dimungkinkan untuk meminta bantuan Jasa
Penilai.

Pasal 8
Ayat (1)
Meskipun barang yang telah disita penguasaannya beralih dari
penanggung Pajak kepada Pejabat, penyimpanannya dititipkan kepada
Penanggung Pajak, misalnya tanah dan atau bangunan. Namun ada
barang karena sifatnya atau karena pertimbangan tertentu dari
Jurusita Pajak penyimpanannya dapat dititipkan pada bank atau
kantor pegadaian atau disimpan di kantor Pejabat seperti perhiasan
atau peralatan elektronik.
Dasar pertimbangan Jurusita Pajak untuk menentukan apakah barang
Penanggung Pajak yang telah disita perlu dititipkan di kantor
Pejabat atau tempat lain antara lain :

a. resiko kehilangan, kecurian, atau kerusakan;
b. jenis, sifat, ukuran, atau jumlah barang yang disita.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 9

Apabila diperkirakan hasil lelang barang yang disita tidak cukup untuk
melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak, Jurusita Pajak dapat
melaksanakan penyitaan tambahan terhadap barang milik Penanggung Pajak
yang belum disita. Dengan demikian penyitaan dapat dilaksanakan lebih
dari satu kali sampai dengan jumlah yang cukup untuk melunasi utang
pajak dan biaya penagihan pajak baik sebelum diumumkan lelang maupun
sesudah penjualan barang secara lelang atau tidak secara lelang.

Pasal 10
Ayat (1)
Penempelan atau pemberian segel sita pada barang yang disita
dimaksudkan sebagai pengumuman bahwa penyitaan telah dilaksanakan,
baik dihadiri maupun tidak dihadiri oleh Penanggung Pajak.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan putusan pengadilan adalah putusan hakim dari
peradilan umum.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Penyampaian Surat Pencabutan Sita kepada instansi terkait
dimaksudkan sebagai pemberitahuan bahwa penguasaan barang telah
beralih dari Pejabat kepada Penanggung Pajak, baik penguasaan
barang sitaan yang dititipkan kepada Penanggung Pajak maupun
barang sitaan yang dititipkan di tempat lain.
Ayat(4)
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Barang yang disita yang penjualannya dilakukan tidak secara lelang
adalah uang tunai, kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan pada
bank seperti deposito, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau
bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu; obligasi, saham atau
surat berharga lainnya, piutang dan penyertaan modal pada
perusahaan lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Termasuk sebagai biaya penagihan pajak adalah biaya lelang, biaya
jasa penilai, biaya penitipan barang.
Pasal 15
Cukup Jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dalam ketentuan ini adalah peraturan perundang-undangan yang
berlaku di bidang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Pasal 17
Cukup Jelas
Pasal 18
Cukup Jelas
Pasal 19
Cukup Jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4049

No comments:

Arsip Terbaru


Copyright 2008 | Blogger Template INDONESIA-KU | Design by Art And Paintings Gallery




Media komunikasi